Kamis, 17 April 2014

Empat Teori-Teori Yang Ada dalam Psikologi Sosial

Nama              : Mardiana
Nim                 : 11C20210005
Mata Kuliah : Psikologi Sosial

Empat Teori-Teori Yang Ada dalam Psikologi Sosial
Ada 4 orientasi dimana teori-teori itu dikelompokan yaitu :
Ø  Orientasi Faktor Penguat
Ø  Orientasi Teori Lapangan
Ø  Orientasi Kesadaran
Ø  Orientasi Psikoanalisa
A.    Orientasi Faktor Penguat
Salah satu aliran yang besar besar pengaruhnya dalam psikologi adalah aliran Behaviorisme. Menurut J.B. Watson dalam Sarwono  berpendapat bahwa agar psikologi dapat tetep ilmiah, maka ia harus objektif dan agar it tetep objektif ia hanya dapat mempelajari tingkah laku yang Nampak oleh mata (Overt), oleh sebab itu setiap tingkah laku ditentukan di atur oleh rangsang. Teori yang mementingkan hubungan dan tingkah laku balasan ini disebut teori rangsang balas (Stimulus-respons theory).
ü  Teori Rangsang-Balas Untuk Menerangkan Sikap
Teori rangsang-balas yang sering juga disebut sebagai teori penguat dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial seperti sikap (attitude).Maksud sikap disini adalah kecendurungan atau ketersediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu.Salah satu teori yang menerenagkan tentang terbentuknya sikap ini dikemukakan oleh Daryl Beum yang merupakan pengikut Skinner (berpandangan Operant).Beum mengemukakan empat asumsi dasar yaitu :
a.       Setiap tingkah laku,baik yang verbal maupun sosial,merupakan suatu hal yang bebas dan berdiri sendiri,bukan merupakan refleksi sikap,sistem kepercayaan,dorongan,kehendak,ataupun keadaan-keadaan tersembunyi lainnya dalam diri individu.
b.      Rangsang atau tingkah laku-balas adalah konsep-konsep dasar untuk menerangkan suatu gejala tingkah laku.Konsep ini hanya dapat didefinisikan dan diukur secara fisik dan nyata(tampak mata).
c.       Prinsip-prinsip hubungan rangsang-balas sebetulnya hanya sedikit.Prinsip ini sangat tampak bervariasi karena bervariasinya lingkungan di mana hubungan rangsang-balas itu berlaku.
d.      Dalam analisis tentang tingkah laku perlu dihindari di ikutsertakannya keadaan-keadaan internal yang terjadi pada waktu tingkah laku itu timbul,baik yang bersifat fisiologik(kelelahan.kelaparan,dll) maupun yang bersifat konseptual (dorongan,kehendak,dll).
Berdasarkan asumsi-asumsi dasar diatas maka Beum mengemukakan teori tentang Hubungan Fungsional dalam interaksi sosial.Dalam teori tersebut,Beum menyatakan bahwa dalam interaksi sosial terjadi dua macam hubungan fungsional,pertama adalah hubungan fungsional di mana terdapat kontrol penguat,yaitu jika tingkah laku-balas ternyata menimbulkan penguat yang bersifat ganjaran.Dalam hal ini ada-tidaknya atau banyak-sedikitnya rangsang penguat akan mengontrol tingkah laku-balas.Hubungan fungsional yang kedua terjadi jika tingkah laku-balas hanya mendapat ganjaran pada keadaan-keadaan tertentu.Hubungan fungsional yang seperti ini disebut hubungan fungsional di mana terdapat kontrol diskriminatif dan tingkah laku-balas yang terjadi hanya jika ada rangsang diskriminatif disebut tact
Teori ini termasuk dalam aliran Behaviorisme moderat dan merupakan modifikasi serta penyederhanaan Teori Perkuatan Leonard Clark Hull yang dihasilkan oleh kerjasama dari John Dollard dan Neal Miller. Selain itu, teori ini juga bertolak dari Teori Psikoanalitis serta temuan-temuan dan generalisasi dari antropologi sosial. Maka tidak diragukan lagi teori ini bercorak klinis dan sosial. Dalam makalah ini, Teori Perkuatan Dollard dan Miller akan dibagi secara ringkas ke dalam lima sub pokok bahasan mulai dari, Struktur Kepribadian, Dinamika Kepribadian, Perkembangan Kepribadian,
a.      Struktur Kepribadian
Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon. Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian.
Sejumlah kebiasaan melibatkan respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang bersifat dorongan (drive). Dorongan itu sendiri merupakan stimulus yang cukup kuat untuk mengaktifkan perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
ü  Dorongan Primer (primary drives):
Adalah dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau fisiologis, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini dianggap kurang penting oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia karena fungsinya telah tergantikan oleh dorongan sekunder.
ü  Dorongan Sekunder (secondary drives):
Merupakan asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti kecemasan, rasa takut, gelisah, dan sebagainya. Dorongan sekunder ini dibandingkan dengan dorongan primer dianggap memiliki peranan yang lebih penting dalam tingkah laku manusia karena lebih tampak secara nyata dan dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap.
B.     Teori Orientasi Lapangan
Teori Lapangan (Field Theory) atau dinamakan juga teori psikodinamika,sering dikira orang hanya dikemukakan oleh Kurt Lewin Hal ini tidak benar karena selain Kurt Lewin ada tokoh-tokoh lain yang juga mengemukakan Teori Lapangan seperti Tolman,Wheeler,Lashley,dan Brunswik.Kelebihan Kurt Lewin atas tokoh-tokoh lainnya adalah bahwa Lewinlah yang paling jauh mengembangkan teori Lapangan ini sehingga ia dikenal sebagai tokoh yang paling terkemuka.
Salah satu ciri yang terpenting dari teori Lapangan adalah bahwa teori ini menggunakan metode “konstruktif”.Ini merupakan metode yang digunakan Lewin sebagai pengganti metode “klasifikasi” yang pada waktu itu lazim digunakan.Menurut Lewin,metode klasifikasi mempunyai kelemahan karena hanya mengelompokkan objek studi berdasarkan persamaan-persamaannya.Pengelompokan seperti ini bersifat statis.Padahal Lewin menghendaki metode yang dinamis karena objek studinya adalah tingkah laku yang dinamis pula.Sifat dinamis ini ada pada metode konstruktif yang mengklasifikasikan objek-objek studinya berdasarkan hubungan antara satu objek dengan objek lainnya.
1. Konsep-konsep Dasar Teori Lapangan
a. Lapangan Kehidupan
Lapangan kehidupan dari seorang individu terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan kejiwaan (psikologis) yang ada padanya.Demikian pula lapangan kehidupan suatu kelompok adalah kelompok itu sendiri ditambah dengan lingkungan tempat kelompok itu berada pada suatu saat tertentu.
Lapangan kehidupan terbagi-bagi dalam wilayah-wilayah (region) atau disebut juga lingkungan kehidupan (life-sphere).Lingkungan kehidupan ini ada yang bersifat nyata (reality) seperti ibu,teman,pekerjaan,dan sebagainya dan ada pula yang bersifat maya (irreality),seperti harapan,cita-cita,dan sebagainya.Jadi lapangan kehidupan mempunyai dimensi nyata-maya(dimensi R-I).Dimensi kedua dari lapangan kehidupan adalah kecairan(fluidity) dari lingkungan-lingkungan kehidupan tersebut di atas.Kecairan berarti dapat terjadi gerak,perpindahan dari satu wilayah ke wilayah yang lain yang tergantung pada keras atau lunaknya dinding-dinding pembatas dari masing-masing wilayah dalam lapangan kehidupan itu.
Dimensi lain dari Lapangan Kehidupan adalah “waktu psikologik”.Walaupun cara pendekatan yang digunakan Lewin adalah ahistoris,perkembangan lapangan kehidupan itu sendiri menyebabkan adanya masa lalu,masa kini,dan masa depan psikologik.Dalam kombinasinya dengan dimensi nyata-maya (R-I),dimensi waktu ini memberikan sifat yang dinamis pada lapangan kehidupan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan perubahan lapangan kehidupan yaitu :
1.      Meningkatkan diferensiasi dalam suatu wilayah;
2.      Dua atau beberapa wilayah menggabung menjadi satu;
3.      Diferensiasi berkurang;
4.      Suatu wilayah pecah.membebaskan diri dan membentuk wilayah sendiri;
5.      Restrukrusasi,yaitu ada perubahan pola pada wilayah-wilayah dalam lapangan kehidupan,tetapi tidak terjadi diferensiasi.
b. Tingkah Laku dan Lokomosi
Tingkah laku menurut Lewin adalah lokomosi (locomotion) yang beraryi perubahan atau gerakan pada lapangan kehidupan.Lokomosi dapat terjadi karena ada “komunikasi” antara dua wilayah dalam lapangan kehidupan seseorang.Komunikasi antara dua wilayah tersebut menimbulkan ketegangan (tension) pada satu wilayah dan ketegangan menimbulkan kebutuhan (need) dan kebutuhan inilah yang menyebabkan tingkah laku.Namun,sebelum kebutuhan bisa menimbulkan lokomosi,masih ada satu faktor lagi yaitu batas-batas (barrier) wilayah yang bersangkutan.Kalau batas itu kaku dan kenyal,maka batas itu akan sukar ditembus oleh daya(forces) yang ada dalam lapangan kehidupan seseorang sehingga sulit terjadi lokomosi.Sebailknya,kalau batas wilayah-wilayah itu lunak,maka akan terjadi pertukaran daya antar wilayah sehingga wilayah-wilayah yang berkomunikasi itu berada dalam tingkat ketegangan yang seimbang kembali.
b.      Daya(Forces)
Kurt Lewin membagi-bagi daya dalam beberapa jenis berikut ini :
1.      Daya yang mendorong.
2.      Daya yang menghambat.
3.      Daya yang berasal dari kebutuhan sendiri.
4.      Daya yang berasal dari orang lain.
5.      Daya yang impersonal (daya yang tidak berasal dari kehendak sendiri maupun dari orang lain melainkan dari situasi).
c.       Ketegangan (tension)
        Meredakan ketegangan tidak berarti bahwa ketegangan itu harus hilang sama sekali (dalam keadaan nol),melainkan ketegangan itu disebarkan secara merata dari satu wilayah ke wilayah-wilayah lain dalam lapangan kehidupan.Dengan perkataan ini,peredaan ketegangan berarti tercapainya equilibrium (keseimbangan) di antara wilayah-wilayah.Dengan demikian,ketegangan suatu wilayah tertentu bisa mereda,tetapi secara umum ketegangan di seluruh lapangan kehidupan belum tentu mereda.
2. Penerapan Teori Lewin
a. Konflik
Konflik adalah suatu keadaan di mana ada daya-daya yang saling bertentangan arah,tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama.Ada tiga macam konflik,yaitu :
1.      Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict),yaitu orang (P) berada di antara dua valensi positif yang sama kuat.
2.      Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict),yaitu P berada di antara dua valensi negatif yang sama kuat.
3.      Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict),yaitu P menghadapi valensi positif dan negatif pada jurusan yang sama.
b.      Tingkah Laku Agresif
Dalam eksperimennya,Kurt Lewin dan kawan-kawan menemukan bahwa dalam kelompok anak laki-laki yang diberi tugas-tugas tertentu di bawah pimpinan seorang pemimpin yang demokratis ,maka tampak bahwa tingkah laku agresif yang timbul berada dalam taraf yang sedang (medium).Akan tetapi,kalau pemimpin kelompok itu adalah seorang otoriter,maka perilaku agresif mereka menjadi tinggi atau justru sangat rendah.
4.      Kelebihan dan Kekurangan Teori Lapangan
Sumbangan terbesar dari Teori Lapangan adalah adanya bukti bahwa penelitian psikologi sosial dapat juga dilakukan dengan metode eksperimental dan dapat dilakukan dalam laboratorium.Akan tetapi,teori ini juga mengandung beberapa kekurangan yaitu :
ü  Kurt Lewin tidak menyajikan teorinya secara sistematis
ü  Banyak konsep dan konstruk yang tidak didefinisikan secara jelas sehingga memberi arti yang kabur
ü  Teori ini terlalu bersibuk diri dengan aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga agak mengabaikan tingkah laku motoris yang “covert” (nampak dari luar)
Penggunaan konsep-konsep topologi telah menyimpang dari arti sebenarnya(penyalahgunaan topologi).
3. Teori tentang Hubungan Interpersonal :
a. Mengamati Orang lain
Pengamatan terhadap orang lain sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dari pengamatan terhadap objek-objek lainnya(meja,pohon,dll).Hanya saja orang yang diamati itu memiliki kemampuan emosi,kehendak,keinginan,dan sentimen yang tidak terdapat pada benda mati.Lagi pula,seseorang(P) yang mengamati orang lain (O) tahu bahwa O tersebut juga mengamati P kembali.
b. Orang Lain sebagai Pengamat
Dalam pengamatn terhadap lingkungannya,termasuk terhadap orang lain(O),seorang (P) menyadari bahwa O juga mengamati P.Pengetahuan ini berpengaruh terhadap P dalam tiga hal,yaitu tindakan,harapan,dan sifat-sifatnya.
c.       Analisis yang Naif terhadap Tindakan Orang
Dalam hubungan interpersonal,seseorang mengamati dan menginterpretasi perilaku atau tindakan orang lain.Dalam menginterpretasi tindakan orang lain itu dilakukan analisis secara sederhana(naif) dan dalam analisis itu dicari sifat-sifat bawaan (dispotitional properties) dari orang yang sedang diamati tersebut.Sifat-sifat bawaan adalah faktor-faktor yang mendasari perilaku seseorang yang tidak berubah-ubah(permanen).Sifat-sifat bawaan inilah yang membuat perilaku orang dapat diperkirakan,stabil,dan dapat dikendalikan.
d.      Kausalitas Personal dari Impersonal
Heider membedakan gejala dalam hubungan interpersonal dalam dua jenis,yang disebutnya sebagai kausalitas personal dan kausalitas impersonal.Dalam kausalitas personal,P dengan sengaja menghasilkan X.Tujuan P (Yaitu X) adalah tetap (equifinality) dan untuk mencapai tujuan itu P akan mengubah-ubah tindakannya kalau ia menghadapi situasi yang berbeda-beda.
e.       Hasrat dan Kesenangan
Hasrat(desire) adalah sesuatu yang harus ada terlebih dahulu sebelum timbul percobaan(trying).Dengan perkataan lain,hasrat merupakan prakondisi dari percobaan,sedangkan kesenangan (pleasure) adalah pengalaman yang timbul akibat (setelah) percobaan.
f.       Sentimen
Sentimen adalah perasaan yang timbul dalam diri seseorang (P) kepada orang lain (O) atau benda-benda lain (X).Sentimen ada dua macam :positif dan negatif,yang oleh Heider dinamai suka (like) dan tidak suka (dislike).Pengaruh dua macam ini sentimen ini terhadap hubungan interpersonal adalah bahwa ia dapat menimbulkan atau menghambat pembentukan unit (unit information) dan keadaan berimbang(balances state).
g.      Keharusan dan Nilai
Keharusan adalah hal-hal yang dituntut oleh lingkungan (bukan oleh orang lain) untuk dilakukan P.Jadi keharusan bersifat impersonal.Nilai juga bersifat impersonal.Nilai menurut Heider hanyalah menyangkut segi positif dari suatu hal.Jadi,kalau suatu hal dianggap bernilai oleh P,maka P menganggap hal tersebut positif.Perbedaan antara keduanya adalah bahwa keharusan merupakan hasil dari daya-daya yang secara nyata selalu bekerja,sedangkan nilai lebih merupakan daya yang masih potensial dan baru muncul dalam bentuk perilaku dalam keadaan tertentu.
h.      Permintaan dan Perintah
Permintaan didasarkan pada sentimen positif dimana P bergantung pada O dan mengharapkan hasil X.Sebaliknya,perintah didasarkan pada kekuasaan P terhadap O.O harus melaksanakan apa yang diperintahkan P karena P dapat melakukan sesuatu yang mempengaruhi O.
i.        Keuntungan dan Kerugian
Jika O melakukan apa yang diminta atau diperintahkan P,maka O memberi keuntungan (benefit) kepada P karena ia memberikan X yang bernilai positif karena P.Sebaliknya,kalau O tidak melakukan apa yang diminta atau diperintahkan P,maka O akan merugikan P karena X bernilai positif tidak diperoleh P.
d.      Reaksi terhadap Pengalaman Orang Lain
Persepsi terhadap pengalaman orang lain (O) menimbulkan reaksi yang oleh psikologi common sense disebut “emosi”.
2. Teori Lapangan tentang Kekuasaan
Kekuasaan sosial (social power) menurut Cartwright adalah masalah yang sangat penting dalam menganalisis perilaku sosial.Karena itu sudah banyak definisi yang dikemukakan tentang kekuasaan sosial ini.Reformulasi Cartwright tentang definisi kekuasaan berbunyi sebagai berikut : “Kekuasaan A atas B dalam rangka mengubah X menjadi Y pada waktu tertentu sama dengan kekuatan maksimum dari daya-daya yang dapat dihasilkan oleh A ke jurusan tersebut (X ke Y),pada waktu tersebut”.
1.      Teori tentang Kekuasaan Sosial
Teori yang dikembangkan oleh French ini terutama membahas proses pengaruh mempengaruhi dalam kelompok,khususnya dalam kaitannya dengan pendapat dan perubahan pendapat kelompok.Proses ini menurut French melibatkan tiga pola relasi dalam kelompok,yaitu hubungan kekuasaan antar anggota kelompok,pola komunikasi dalam kelompok,dan hubungan antar pendapat dalam kelompok.
2.      Teori tentang Kerjasama dan Persaingan
Dalam situasi kerjasama,wilayah yang menjadi tujuan dari seorang anggota kelompok atau subkelompok hanya dapat dimasuki oleh individu atau oleh subkelompok yang bersangkutan jika individu-individu lain atau subkelompok lain juga bisa memasuki wilayah tujuan itu.Sedangkan dalam situasi persaingan,kalau seorang individu atau suatu subkelompok sudah memasuki wilayah tujuan,maka individu-individu atau subkelompok yang lain tidak akan bisa mencapai wilayah tujuan mereka masing-masing.
C. Orientasi Psikoanalisis
Psikoanalisis pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud, memang teori yang kontroversual. Teori freud memang sulit dipahami. Sebab yang pertama adalah karena konsepnya berubah-ubah (berkembang) terus. Kedua karena psikoanalisis hanya berfungsi sebagai teori, tetapi sekaligus juga teknik terapi dan teknik analisis kepribadian manusia. Ketiga, freud sendiri tidak banyak menulis tentang psikologi kelompok . Konsep-konsep freud sendiri antara lain:
a.Variable-variable interpersonal dan aparat-aparat psikos.
Aparat-aparat psikis menurut freud dapat digolongkan kedalam 3 golongan yaitu
ü  Libido
Libido adalah energi vital. Energi ini sepenuhnya bersifat kejiwaan dan tidak boleh dicampurkan dengan energi fisik yang bersumber pada kebutuhan-kebutuhan biologis seperti lapar dan haus. Freud mengemukakan bahwa manusia terlahir dengan sejumlah insting (naluri). Insting dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
insting hidup (life insting) dalah naluri untuk mempertahankan hidup dan keturunan dan
Insting mati (death insting) adalah naluri yang menyatakan bahwa suatu saat orang itu akan mati insting mati ini menyebabkan perilaku-perilaku agresif.
Sifat, kekuatan dan cara penyaluran dari libido pada masa kanak-kanak sangat menentukan kehidupan kejiwaan dan kepribadian orang yang bersangkutan. Karena itu masa kanak-kanak dipandang freud sebagai masa kritis yang penting sekali artinya.
ü  Struktur kejiwaan
Jiwa oleh freud dibagi dalam 3 bagian yaitu;
Kesadaran (consciousness) ada;lah bagioan kejiwaan yang berisi hal-hal yang disadarinya, diketahuinya.
Prakesadaran (preconsciousness) adalah bagian kejiwaan yang bersikan hal-hal yang sewaktu-waktu dapat dipanggil ke kesadaran melalui asosiasi-asosiasi.
Ketidaksdaran (uncosciousness) adalah proses-proses yang tidak disadari, akan tetapi tetap berpengaruh pada tingkah laku orang yang bersangkutan.
ü  Struktur kepribadian
Ada 3 sistem yang terdapat dalam struktur kepribadian yaitu;
Jiwa seorang bayi yang baru lahir hanya terdiri dari id. Isinya adalah impuls-impuls yang berasal dri kebutuhan-kebutuhan biologic dan impuls-impuls inilah yang mengtur seluruh tingkah laku bayi. Semua cirri ketidak sadaran berlaku buat id; amoral, tidak terpengaruh oleh waktu, tidak memperdulikan realitas, tidak menyensor diri sendiri dan berkerja atas dasar prinsip kesengan. Obyek-obyek yang diperlukan untuk memenuhi impuls-impuls Dari id terletak dalam realitas, maka id menerlukan suatu system yang dapat menghubungkan dengan realitas (dunia nyata). Oleh karena itulah tumbuh system baru dalam jiwa bayi yaitu ego. Pertumbuhan ego sejak bayi itu dikonfrontasikan dengan kenyataan bahwa realitas adalah suatu hal yang tidak busa diperlakukan seenaknya saja. Fungsi utama ego adalah menghadapi realitas dan menterjemahakan untuk id.
Ego juga beroperasi atas dasar proses berpikir sekunder. Persepsi dan kognisi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses sekundera tersebut.
Superego adalah system moral dari kepribadian berisi norma-norma budaya, nilai-nilai social dan tata cara yang sudah diserap kedalam jiwa superego mempunyai prinsip yang bertewntangan dengan id. Superego berprinsip mencari kesempurnaan. Superego terbentuk sebagai reaksi terhadap tata aturan masyarakat yang dihadapkan kepada anak oleh orang tua ( atau tokoh orang tua) melalui mekanisme hukuman dan ganjaran. Tujuan utama proses sosilissi menurut freud adalah pembentukan superego yang sehat. Orang yang tersosialisasi adalah orang yang menerima tata aturan masyarakat sebagai aturan-aturannya sendiri. Tugas ego adalah menyusun strategi tingkah laku sedimikian rupa sehingga keinginan kedua pihak terpenuhi dan sekaligus nsesuai dengan realitas.
2. Pertahanan Ego
Untuk melindunginya dirinya dari keadaan yang menyenangkan itu ego melakukan maneuver (gerakan) yang disebut pertahanan ego Ego defense). Pertahanan ego ini mempunyai 2 ciri yaiti; mengabaikan atau mengacaukan realitas dan berkerja pada taraf ketidaksadaran.
a.      Represi
Represi adalah memasukan hal-hal yang tidak menyenangkan dari dalam kesadaran, ke dalam ketidaksadaran. Hal yang tidak menyenangkan misalnya; cinta anak pada ibunya sendiri, rasa benci pada ayah, ketakutan akan dikeberi oleh ayah dsb. Energi-energi yang timbul sebagai akibat hal-hal yang direpres itu kemudian dapat disalurkan kepada obyek-obyek atau tingkah laku yang berbahaya buat ego.
b.   Proyeksi
Dalam proyeksi seseorang melontarkan impuls-impuls, kainginan-keinginan, ide-ide dari dirnya yang tidak dapat diterimanya sendiri, kepada obyek atau orang lain diluar dirinya.
c.   Pembentukan reaksi (Reaction Formation)
Mekanisme pembentukan reaksi adalah menekan impuls-impuls yang tidak disukai kedalam ketidaksadaran dan memunculkan hal yang justru berl;awanan dalam kesadaran
d.   Penolakan (denial)
Penolakan adalah mekanisme pertahanan ego yang paling primitif. Caranya ialah dengan menganggap tidak ada hal-hal yang sesungguhnya ada.
e.    Sublimasi
Sublimasi adalah deseksualisasi impuls-impuls seksual dari id. Libido disalurkan ke dalam tingkah laku artistic, keterampilan-keterampilan teknis dsb.

3. Psikologi kelompok menurut freud
Teori freud sebenarnya lebih dekat kepada antropologi social dari pada psikologi social. Beberapa prinsip yang berlaku edalam fungsi kelompok menurut freud;
a.       Fungsi masyarakat adalah untuk menghambat dan mereres impuls-impuls naliriah perorangan.
b.      Keluarga adalah aparat dasar dari masyarakat.
c.       Ego bertugas sebagai perantara antara batas-batas social dan insting.
d.      Manusia dan lingkungan sosialnya selalu berda dalam konflik yang tiada henti.
e.       Kelompok-kelompok dan masyarakat terbentuk sebagai kelanjutan keterikatan libido anak pada orang tuanya.
f.       Keadilan social timbul dara persaan saling membutuhkan dan saling memenuhi antar anggota masyarakat.
g.      Pranata-pranata sosial.
h.      Pembentukan masyarakat tidak disebabkan oleh adanya satu atau dua objek yang punya kekuasaan yang luar biasa, disebabkan oleh sublimisasi dan deseksulisasi libido kedorongan persahabatan.
Teori Psikoanalisis tentang Sikap Sosial
Teori ini diajukan oleh Sarnoff, materi teori ini menyangkut sikap (attitude) yang diterangkan berdasarkan mekanisme pertahanan ego. Menurut Sarnoff dalam Sarwono (1984:173) diantara berbagai sikap yang ditunjukan oleh manusia, ada yang fungsinya mempertahankan ego dari ancaman bahaya, baik yang dating dari luat maupun dari dalam diri sendiri.
Terdapat konsep-konsep dasar yang dipaparkan oleh Sarnoff dalam Sarwono antara lain:
a.      Motif
Adalah suatu rangsang yang menimbulkan ketegangan (tension), dan ketegangan itu mendorong orang yang bersangkutan untuk meredakannya.
b.      Konflik
Jika ada dua motif yang bekerja pada satu saat yang sama maka akan timbullah konflik. Batasan ini didasarkan pada pra anggapan yang dikemukakan Sarnoff bahwa setiap individu hanya dapat melayani (meredakan) satu motif pada satu saat, jika konflik ini tidak dipecahkan maka konflik tersebut bisa berlarut-larut dan individu yang bersangkutan bisa jadi korban motif-motifnya sendiri yang saling bertentangan.
c.       Pertahanan Ego (ego defense)
Jika individu menghadapi rangsang atau situasi yang berbahaya maka ego akan terancam. Ancaman bahaya ini akan menimbulkan motif takut pada inidividu yang bersangkutan. Kalau motif takut sudah tidak dapat ditolerir lebih lanjut dan orang yang bersangkutan tidak dapat melepaskan diri dari objek yang ditakuti itu maka ia akan mempertahankan egonya. Respon mempertahankan atau melindungo ego ini disebut pertahanan ego.
d.      Sikap (attitude)

Sikap berfungsi untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan oleh motif-motif tertentu. fungsi sikap ini dapat dilakukan dalam kesadaran yang penuh dan bisa pula berupa bagian dari suatu proses yang tidak disadari.

KEMISKINAN

KEMISKINAN
A.    PENDAHULUAN
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang. Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan dalam bidang ekonomi. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian dan tempat berteduh atau dengan pendapat lain, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Kemiskinan bukanlah suatu yang terwujud dengan sendiri terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi kemiskinan itu terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Terutama aspek sosial dan aspek ekonomi. Aspek sosial adalah adanya ketidaksamaan sosial di antara sesama warga masyarakat yang bersangkutan, seperti perbedaan suku bangsa, ras, kelamin, usia yang bersumber dari corak sistem pelapisan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan aspek ekonomi adalah adanya ketidaksamaan di antara sesama warga masyarakat dalam hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi.
Sementara itu klasifikasi atau penggolongan seseorang atau masyarakat dikatakan miskin ditetapkan dengan menggunakan tolak ukur utama, yaitu :
Tingkat pendapatan. Misalkan saja di Indonesia, tingkat pendapatan digunakan ukuran kerja waktu sebulan. Dengan adanya tolak ukur ini, maka jumlah dan siapa yang tergolong dalam orang miskin dapat diketahui. Atau dengan menggunakan batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi, yang diambil persamaannya dalam kg beras.
Kebutuhan relatif per keluarga dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi dalam sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya secara sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak.
Jika dikaitkan dengan kemakmuran, maka ada dua persepsi masyarakat yang cukup berlawanan tentang hal ini. Persepsi pertama adalah yang berpikir rasional dan eksak. Bahwa kemakmuran seseorang diukur dengan jumlah serta nilai bahan-bahan dan barang-barang yang dimiliki atau dikuasai untuk memelihara dan menikmati hidupnya. Semakin banyak jumlah dan makin tinggi nilainya, maka akan makin tinggi taraf kemakmuran hidupnya. Sedangkan persepsi kedua adalah pandangan masyarakat umum, terutama pedesaan. Mereka beranggapan bahwa kemakmuran tidaklah berbeda dengan kebahagiaan. Seseorang akan merasa makmur bila sudah ada keserasian antara keinginan-keinginan dan keadaan materil atau sosial yang dimiliki atau dikuasainya. Karenanya mereka selalu berusaha untuk menyeimbangkan antara keinginan dan keadaan materinya. Jika keinginan mereka berlebih, sementara keadaan materil mereka tidak mencukupi maka mereka harus mengurangi keinginan yang ada. Begitu juga sebaliknya.
Usaha memerangi kemiskinan dapat dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan yang memberikan pendapatan yang layak kepada orang-orang miskin. Karena dengan cara ini bukan hanya tingkat pendapatan yang dinaikkan, tetapi harga diri sebagai manusia dan sebagai warga masyarakat dapat dinaikkan seperti warga lainnya. Dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk bekerja dan merangsang berbagai kegiatan-kegiatan di sektor ekonomi lainnya.
B.     PERMASALAHAN
Ø  Apa pengertian kemiskinan
Ø  Bagaimana cara mengukur,  kemiskinan dunia dan penyebab kemiskinan
Ø  Bagaimana cara mehilangkan kemiskinan
Ø  Bagaimana seputaran perdebatan konsep kemiskinan
C.    PEMBAHSAAN
a.      Pengertian kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Biro Pusat Statistik (BPS) misalnya menggunakan pendekatan ekonomi dalam mendefinisikan kemiskinan. Menurut BPS, orang miskin adalah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan minimumnya, baik kebutuhan makanan maupun kebutuhan lainnya. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah rupiah yang dibutuhkan agar seseorang dapat mengonsumsi 2100 kalori per hari selama sebulan. Rata-rata seorang manusia memerlukan 2100 kalori per hari agar hidup sehat. Sementara itu garis kemiskinan nonmakanan ditentukan berdasarkan perhitungan mengenai kebutuhan dasar seperti perumahan, pakaian, kesehatan, dan transportasi (Ananta, 2006: 198).
Menurut Yuna Farhan, 2006 (sebagaimana dikutip Zada, Kompas, 13 November 2007), kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kompleks, tidak semata-mata berhubungan dengan rendahnya pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, namun berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan, akses kesehatan, ketidakberdayaan untuk berpartisipasi dalam dalam proses pengambilan keputusan publik, ketidakmampuan menyampaikan aspirasi, serta berbagai masalah yang berkaitan dengan pembangunan manusia.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Ø  Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhanpangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Ø  Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
Ø  Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
b.      Mengukur,  kemiskinan dunia dan penyebab kemiskinan
Ø  Mengukur kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut danKemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawahUSD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Ø  Kemiskinan dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makananair minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dariPPP$2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001. 
Ø  Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
1.      penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
2.      penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
3.      penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
4.      penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
5.      penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidaksejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
c.       Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
Ø  Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
Ø  Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahteramenyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.
d.      Seputaran perdebatan konsep kemiskinan
Diskusi tentang kemiskinan
Data sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan i beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individualseseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dancapital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Kondisi dan fenomena kemiskinan yang mengungkung sebagian besar masyarakat kita hingga kini masih menyimpan banyak perdebatan. Perdebatan tersebut terutama seputar teori, konsep maupun metode-metode yang menyangkut tentang kondisi kemiskinan di sekitar kita. Perdebatan dimulai dengan penyusunan konsep, indikator, dan langkahlangkah termasuk kebijaksanaan yang harus diambil berhubungan dengan cara mengatasinya, atau dengan bahasa praktisnya penanggulangan kemiskinan. Hal ini menjadi makin menjadi kontras, tatkala pihak-pihak yang mengalami atau berada dalam ‘kondisi miskin’ terus bertambah julah atau tingkat kemiskinanya.
Kemiskinan seperti diungkapkan oleh Suparlan (1994), dinyatakan sebagai suatu keadaan kekurangan harta atau benda berharga yang diderita oleh seseorang atau sekelompok orang. Akibat dari kekurangan harta atau benda tersebut maka seseorang atau sekelompok orang itu merasa kurang mampu membiayai kebutuhankebutuhan hidupnya sebagaimana layaknya. Kekurang mampuan tersebut mungkin hanya pada tingkat kebutuhan-kebutuhan budaya (adat, upacara-upacara, moral dan etika), atau pada tingkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan social (pendidikan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama) atau pada tingkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang mendasar (makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal atau rumah, kesehatan dan sebagainya). 
Kemiskinan, masih menurut Suparlan (1994), dengan demikian terserap ke dalam dan mempengaruhi hamper keseluruhan aspek-aspek kehidupan manusia.Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat kompleks, karena itu perlu tinjauan menyeluruh dari berbagai sudut pandang. Sebagian sarjana menjelaskan masalah kemiskinan melalui analisis politik dan pendekatan struktural. Sarjana yang lain meninjaunya dari perspektif kebudayaan, yang melahirkan pendekatan kultural.
Penganut strukturalis bermazhab Marxian menggunakan analisis konflik kelas, yang terfokus pada:
Ø  Politik pembangunan yang elitis,
Ø  Kebijakan sosial yang tidak adil,
Ø  Dominasi sumber daya finansial oleh kelompok tertentu,
Ø  Penguasaan aset ekonomi dan alat-alat produksi oleh golongan kecil masyarakat, dan
Ø  Keterbatasan akses pada kegiatan ekonomi produktif.
Sedangkan penganut paham kultural melihat isu krusial ini dengan melakukan analisis mengenai orientasi nilai budaya di kalangan orang miskin. Analisis kultural bersifat inward looking dengan mengamati sikap, perilaku, dan cara pandang orang miskin dalam menjalani kehidupan. Kaum kulturalis berpandangan, orientasi nilai budaya orang miskin itu tidak mendukung upaya untuk melepas mata rantai kemiskinan. Suatu keluarga miskin cenderung mewariskan nilai budaya miskin dari generasi ke generasi, sehingga lingkaran kemiskinan tak bisa diputus. Interaksi sosial di lingkungan keluarga miskin menjadi wahana sosialisasi nilai bagi anak-anak secara berkesinambungan, yang menyebabkan the chain of poverty makin kuat sehingga tak dapat diurai.
Sikap Mental Dalam perspektif kebudayaan, masalah kemiskinan bukan sekadar menyangkut kelangkaan sumber daya ekonomi, ketidakadilan distribusi aset produktif, atau dominasi sumber-sumber finansial oleh golongan tertentu. Dalam kajian antropologi pembangunan, ada sebuah ungkapan terkenal: “poverty is a state of willingness rather than scarcity.” Di luar kendala struktural, masalah kemiskinan menyangkut sikap mental, pola perilaku, dan predisposisi yang berpangkal pada state of mind yang tak bersenyawa dengan spirit perubahan, kemajuan, dan peningkatan status serta kualitas kehidupan.
Buku klasik karangan Oscar Lewis, Five Families: Mexican Case Studies in the Culture of Poverty (1959), secara cemerlang menguraikan betapa orientasi nilai, pola hidup, dan cara berpikir orang miskin mencerminkan suatu kebudayaan kemiskinan. Tesis utamanya: orang miskin memiliki karakteristik dan nilai-nilai budaya yang berbeda dengan orang kebanyakan, yang kemudian membentuk sub-kultur tersendiri.
Lewis menulis,  “the culture of poverty indicates that poor people share deviant cultural characteristics; they have lifestyles that differ from the rest of society and these characteristics perpetuate their life of poverty.” 
Jadi, kemiskinan bukan semata bersumber pada kebijakan negara yang didominasi golongan elite, yang melahirkan ketimpangan ekonomi. Atau regulasi pemerintah yang tak adil, sehingga membuahkan marginalisasi sosial.
Karakteristik kebudayaan kemiskinan antara lain :
1.      Rendahnya semangat dan dorongan untuk meraih kemajuan,
2.      Lemahnya daya juang (fighting spirit) untuk mengubah kehidupan,
3.      Rendahnya motivasi bekerja keras,
4.      Tingginya tingkat kepasrahan pada nasib-nrimo ing pandum,
5.      Respons yang pasif dalam menghadapi kesulitan ekonomi,
6.      Lemahnya aspirasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik,
7.      Cenderung mencari kepuasan sesaat (immediate gratification) dan berorientasi masa sekarang (present-time orientation), dan
8.      Tidak berminat pada pendidikan formal yang berdimensi masa depan.
Karakteristik kebudayaan kemiskinan ini bertolak belakang dengan ciri-ciri manusia modern menurut gambaran Alex Inkeles dan David Smith dalam Becoming Modern (1974), yang mengutamakan kerja keras, dorongan untuk maju, pencapaian prestasi, dan berorientasi masa depan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor internal yakni mentalitas orang miskin turut memberi sumbangan pada problem kemiskinan, dan bukan semata faktor eksternal atau masalah struktural.
D.    KESIMPULAN
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang. Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan dalam bidang ekonomi. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian dan tempat berteduh atau dengan pendapat lain, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif.Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individualseseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dancapital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.banyak negara sejahteramenyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.




Sumber Referensi
Amich Alhumami (Peneliti Sosial, Department of Social Anthropology, University of Sussex, United Kingdom) dalam artikel “BLT dan budaya kemiskinana”. Di akses dari ‘Suara Pembarua Daily’ pada 29 mei 2008.
Lewis, Oscar : Kisah Lima Keluarga; 1988. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Suparlan, Dr. Parsudi (penyunting): Kemiskinan Di Perkotaan, Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan; 1984. Jakarta. Penerbit Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia.
ditpk.bappenas.go.id — Direktorat Penanggulangan Kemiskinan BAPPENAS
Make Poverty History — Campaign dealing with fighting poverty.
Poverty — The Development Gateway community portal on Poverty is a comprehensive collection of articles, reports, data, statistics, projects and other resources.
PovertyNet — PovertyNet from The World Bank Group provides an introduction to key issues as well as in-depth information on poverty measurement, monitoring, analysis, and on poverty reduction strategies for researchers and practitioners.
Center for Global Development — The Center for Global Development is a Washington, D.C. policy center pursuing research-based, actionable ideas for the fight against global poverty.