Kamis, 17 April 2014

DINAMIKA POLITIK 2014

Tugas makalah pengantar ilmu politik

DINAMIKA POLITIK 2014
DI SUSUN OLEH :

SUNELVI













UNIVERSITAS TEUKU UMAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN SOSIOLOGI
Alue Peunyareng 2013/2014

Kata Pengantar
Puji syukur saya penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul ” Dinamika Politik 2014 ” penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah” Pengantar Ilmu Politik  ”.
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya  miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :Bapak sebagai dosen yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan masukan berupa pengalaman, saran, dan motivasi selama proses penyelesaian penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada kita semua yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal alamin.
Di susun :


td    



Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.  Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.  Tujuan Pembahasan............................................................................................... 4
D.  Manfaat Pembahasan............................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 5
A.    Prediksi kekuatan politik  2014............................................................................ 5
B.     Bentuk stratergi kemenagan dengan cara apa caleq tersebut megunakan politiknya       7
C.     Karakteristik pemilihan di aceh barat.................................................................. 8
D.    Peran aktor ekonomi dipemilu aceh barat 2014.................................................. 9

BAB III PENUTUP................................................................................................. 14
Kesimpulan................................................................................................................ 15

DAFTAR REFERENSI.......................................................................................... 9



 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia  sudah beberapa kali mengalami perombakan. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” berpendapat bahwa tujuan dari Pemilu adalah pertama sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dari pemerintah dan menetapkan kebijakan umum. Sesuai dengan prinsip demokrasi yang memandang rakyat yang berdaulat, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh wakil-wakilnya (demokrasi perwakilan). Karena itu,Pemilu merupakan mekanisme penyelesaian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercaya.
Kedua, Pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga. Ketiga, Pemilu merupakan sarana memobilisasikan atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik. Pemilu dianggap sebagai kriteria penting untuk mengukur kadar demokrasi sebuah sistem politik.
Menurut Valina Singka Subekti yang juga mantan komisioner KPU pentingnya Pemilu demokratis, pertama, pemerintahan  akan terbentuk dalam proses Pemilu. Kedua, presiden dengan pemerintahanya akan dibentuk, ketiga, kehidupan kepartaian akan berlangsung. Artinya Pemilu menjadi kunci utama yang menentukan tertentuknya proses sistem politik yang demokratis. Itulah sebabnya, peningkatan kualitas Pemilu menjadi ukuran mendasar dalam sebuah demokrasi yang berlangsung.
Belajar dari kegagalan sistem Pemilu Orde Baru, menurut Syamsudin Haris Pemilu yang mendatang harus memenuhi syarat, pertama, adanya memilih bagi masyarakat, kedua, terbukanya peluang kompetisi diantara partai politik peserta Pemilu sebagai konsekuensi logis adanya kemerdekaan berserikat bagi masyarakat, ketiga, berkurangnya secara signifikan peluang bagi birokrasi di satu pihak, dan pembatasan unsur-unsur pemerintah di hampir semua tingkat organisasi pelaksanaan dan pengawasan Pemilu serta terbukanya peluang bagi masyarakat dan organisasi-organisasi untuk ikut melakukan pengawasan secara sukarela terhadap hampir semua proses Pemilu.
Penyelenggara Pemilu sudah harus mempunyai rekam jejak yang mumpuni. Hal ini sudah merupakan konsekuensi logis yang harus siap diterima sebagai seorang penyelenggara Pemilu. Sebab, signifikansi penyelenggara Pemilu yang berintegritas karena substansinya berhuhubungan dengan kekuasaan politik. Penyelenggara Pemilu idealnya berasal dari orang atau figur yang memiliki integritas.
Karakteristik dari penyelenggara Pemilu di antaranya memiliki jiwa yang kredibel dan amanah. Hal ini menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki penyelenggara Pemilu. Karena, apabila tidak kridibel maka akan berbenturan dengan kepercayaan publik.
Selain itu, penyelenggara Pemilu harus mempunyai independensi dan integritas. Selanjutnya, lembaga pengawas Pemilu mutlak harus diisi orang yang profesional di bidang kepemiluan dan kepengawasan. Menurut Joel E. Roes, seorang dianggap profesional harus memiliki knowledge, competent application, social responsibility, self control, dan communication sanction. Knowledge berarti suatu jabatan yang diperoleh melalui pendidikan tinggi dengan waktu relatif yang agak lama. Competence application untuk melaksanakan tugas pekerjaan tadi diperlukan suatu kecakapan dan keahlian tertentu.
Orang-orang yang memiliki keahlian dan kecakapan tinggi disebut profesional dan lain-lain. Selain integritas dan profesionalitas, penyelenggara Pemilu juga harus mempunyai mentalitas yang teruji dalam menjalankan tugasnya, sebab banyaknya dorongan melakukan perbuatan koruptif dalam pelaksanaan proses politik. 
Untuk mewujudkan Pemilu berkualitas dan demokratis mesti didukung suatu sistem dan perangkat hukum yang komprehensif dan integratif serta didukung oleh politik regulasi yang diarahkan memperkuat seluruh perangkat Pemilu. Bukan sebaliknya, untuk saling menyandera atau memperlemah bekerjanya secara efektif pilar-pilar demokrasi dengan cara mempertahankan hal-hal yang tidak substantif. Sejauh ini undang-undang yang mengatur tentang kepemiluan khususnya belum ada integrasi mengenai pengawasan dan penyelenggaraan.
Misalnya, dalam pelanggaran administrasi keputusannya hanya pada KPU, Kepolisian untuk pelanggaran pidana, PTUN untuk sengketa Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk pelanggaran kode etik. Sementara itu dimana wewenang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam konteks ini? Apakah wewenang yang diberikan oleh undang-undang sudah dijalankan secara maksimal? Harusnya Bawaslu juga diberikan otoritas tersendiri dalam proses terjadinya pelanggaran Pemilu yang sekarang ini marak terjadi.
Selanjutnya, yang paling terpenting adalah KPU juga harus menerapkan politik regulasi yang transparan dan berorientasi terhadap pelayan publik dalam setiap proses politik yang terjadi dalam Pemilu. Sebagai contoh dalam hal daftar pemilih tetap (DPT) dimana UU No.08 tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD pasal 4 ayat 4 dan pasal 38 ayat 5, hanya mewajibkan kepada PPS melalui PPK untuk diberikan kepada peserta Pemilu di tingkat kecamatan dan oleh KPU kabupaten/kota kepada Parpol peserta Pemilu di tingkat kabupaten/kota dalam bentuk softcopy paling lambat 7 hari setelah ditetapkan.
Di sini letak lemahnya UU Pemilu yang tidak melibatkan kewenangan dari Bawaslu. Harusnya KPU kabupaten/kota memberikan salinan daftar pemilih dalam bentuk soft atau hard copy kepada pengawas kecamatan atau pengawas Pemilu lapangan dan Panwas kabupaten/kota. Kalau tidak diberi wewenang, bagaimana mungkin pengawas dalam hal ini Bawaslu mampu melakukan tugas secara obejektif. Pengalaman menunjukkan pada tahun 2009 kemarin, tidak semua jajaran KPU khususnya di tingkat bawah bersedia memberikan data dan dokumen yang diberikan oleh panitia pengawas Pemilu tanpa adanya instruksi yang jelas dari lembaga diatasnya. Inilah yang saya sebut diatas tadi tidak adanya integrasi dan koordinasi diantara penyelenggara Pemilu.
Pemilu Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden 2014 kelihatannya akan menjadi tantangan yang amat berat bagi penyelenggara Pemilu. Apabila Pemilu terselenggara dengan asas yang jujur, adil dan transparan dan menghasilkan wakil rakyat yang berkualitas, ini akan berdampak positif terhadap penyelanggara Pemilu. Akan terlihat apakah Pemilu 2014 akan minim pelanggaran Pemilu terjadi atau sebaliknya.
Selain itu juga, suksesi kepemimpinan nasional punya arti penting dalam Pemilu 2014. Ini akan menjadi salah satu parameter demokrasi yang ada di negara kita. Selanjutnya, kehadiran peranan polisi sangat penting dalam keamaman selama berlangsung Pemilu yang kemudian memastikan tanpa ada gangguan secara politik.
Untuk meraih suksesi Pemilu yang berkualitas ditahun 2014 ini harus didukung peserta Pemilu yang terdiri dari 12 partai politik (Parpol). Tanpa dukungan Parpol sangat mustahil penyelenggaraan Pemilu dapat berjalan baik. Harapannya, Pemilu harus melahirkan pemimpin yang amanah, jujur, berintegritas, bersih, dan mengerti dengan nurani dari yang akan dipimpinnya.
Republik ini sangat membutuhkan pemimpin yang mau melayani hati nurani rakyat dan bukan untuk selalu ingin dilayani. Kemudian, yang terpenting, Pemilu harus menghasilkan pemimpin yang tidak hanya mengedepankan kepentingan pencitraan diri semata, serta pemimpin yang memahami persoalan dan solusi yang dibutuhkan negara ini.
B.     Rumusan masalah
Ø  Bagaimana prediksi kekuatan politik 2014
Ø  Bagaimana bentuk stratergi kemenagan dengan cara apa caleq tersebut megunakan politiknya.
Ø  Bagaimana karakteristik pemilihan di aceh barat.
Ø  Bagaimana peran aktor ekonomi dipemilu aceh barat 2014.
C.    Tujuan penulisaan
Ø  Menmahami bagaimana prediksi kekuatan politik 2014
Ø  Menmahami bagaimana bentuk stratergi kemenagan dengan cara apa caleq tersebut megunakan politiknya.
Ø  Menmahami bagaimana karakteristik pemilihan di aceh barat.
Ø  Menmahami bagaimana peran aktor ekonomi dipemilu aceh barat 2014.
D.    Mafaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini mencakup beberapa yang terkait diantaranya sebagai berikut :
Ø  Bagi Mahasiswa Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukan tentang dinamika politik 2014 menmahami persoalan ini bagi mahasiswa dan pegaruh nya sagat besar untuk orang bayak.
Ø  Bagi Masyarakat umum Sebagai bahan bacaan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang dinamika politik 2014 Dan serta untuk menambahkan peran aktif masyarakat dalam beberapa aspek kehidupan.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prediksi kekuatan politik 2014
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memprediksi hanya akan ada tiga calon presiden yang bertarung pada pemilu presiden nanti. Ketiga capres itu merupakan hasil koalisi dari sejumlah partai politik.
Direktur Eksekutif LSI Denny Januar Ali mengatakan, berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) LSI, dua partai dengan perolehan teratas dipastikan akan mengajukan bakal capres yang sudah mereka usung. Keduanya adalah PDI Perjuangan yang menjagokan bakal capres Joko Widodo dan Partai Golkar yang sudah mendeklarasikan Aburizal Bakrie sebagai capres. Satu capres lain akan diketahui dari hasil koalisi partai setelah pemilu legislatif.
Saat ini jumlah data sampel suara yang telah dihimpun LSI dari tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia mencapai 82,3 persen dari total keseluruhan. Dari jumlah tersebut, PDI Perjuangan menempati posisi pertama dengan 19,56 persen, Partai Golkar di urutan kedua dengan 14,69 persen, Gerindra (11,88 persen), Demokrat (9,73 persen), PKB (9,27 persen), PAN (7,5 persen), PPP (7,07 persen), PKS (6,52 persen), Nasdem (6,28 persen), Hanura (5,25 persen), PBB (1,36 persen), dan PKPI (1 persen).
Denny mengatakan, peluang capres lain untuk bersaing dengan Jokowi dan Aburizal akan diperebutkan oleh tiga kekuatan partai. "Sisanya mungkin diperebutkan Prabowo, Wiranto, atau pemenang konvensi pencapresan Partai Demokrat," kata Denny di kantor LSI, Rabu (9/4/2014).
Ia menyebutkan, meski PDI Perjuangan unggul dalam perolehan suara sementara berdasarkan quick count, partai nomor urut 4 itu harus tetap mendapatkan dukungan dari partai politik lain. Hal yang sama juga berlaku bagi Partai Golkar.
Menurut Denny, dukungan suara masyarakat terhadap Jokowi diprediksi tidak lebih dari 40 persen. Untuk itu, Jokowi dan PDI-P perlu partai lain untuk memperkuat perolehan suaranya sehingga dapat menang satu putaran. " Efek Jokowi tidak sebesar yang dipikirkan oleh orang. Terlebih pasca-pencapresannya beberapa waktu lalu," ujarnya.
Mengenai kans Aburizal, Denny mengatakan bahwa Golkar harus belajar pada pengalaman Pemilu 2009. Saat itu, perolehan suara Partai Golkar menembus 24 persen. Namun, jumlah caleg yang duduk di kursi parlemen rupanya hanya 15 persen.
Denny menambahkan, perolehan suara partai politik masih dapat terus berubah. Oleh karena itu, belum dapat dipastikan berapa persentase perolehan kursi parpol di DPR. "Kalau sekarang belum tahu. Hasilnya nanti awal-awal bulan Mei baru bisa diketahui," ujarnya.
B.     Bentuk stratergi kemenagan dengan cara apa caleq tersebut megunakan politiknya.
Strategi pemenangan kandidat pemilu.
Pertama, pembuatan tim sukses. Tim sukses akan mengorganisir segala kebutuhan pencalonan kandidat, pemetaan kekuatan politik, perencanaan pencalonan, dan marketing kandidat. Tim sukses terbagi dalam beberapa bagian yang penting diantaranya :
1.      Survey popularitas kandidat dan perencanaan kampanye,
2.      penggalangan dana,
3.      hukum dan pemantauan Pemilu,
4.      pencitraan kandidat,
5.      penguatan mesin politik (training),
6.      kampanye dan media massa
Kedua, Survey  untuk pemetaan kekuatan politik. Tim sukses semestinya membuat Survey  untuk:
1.      memetakan posisi kandidat di mata masyarakat,
2.      memetakan keinginan pemilih,
3.      mendefinisikan mesin politik yang paling efektif digunakan sebagai vote getter,
4.      mengetahui media yang paling efektif untuk kampanye.
Ketiga, follow up hasil Survey. Follow up hasil Survey menjadi agenda kerja tim sukses yaitu:
1.      Penguatan mesin politik. Riset dapat mengetahui mesin politik yang paling dekat dengan massa i.e. lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, LSM dll. Tugas tim sukses khususnya bagian training adalah melakukan penguatan terhadap mesin politik tersebut agar menjadi vote getter yang efektif.
2.      Candidat positioning. Riset dapat menggambarkan citra kandidat yang diharapkan, dan agenda kerja yang diinginkan. Dari hasil riset ini tim sukses, khususnya bagian pencitraan, dapat merencanakan citra dan posisi kandidat agar sesuai dengan keinginan pemilih.
3.      Marketing. Riset dapat mengetahui posisi kandidat di mata masyarakat, citra anggota legislative atau kepala daerah yang diinginkan masyarakat, agenda kerja yang diinginkan masyarakat. Tim sukses (bagian kampanye dan media massa) harus memfollow-up dengan membuat visi misi, membuat materi kampanye, strategi kampanye, dan merencanakan media kampanye.

C.    Karakteristik pemilihan di aceh barat 2014
Sebagian besar partai politik di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, mengabaikan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang penyelenggaran pemilu legislatif 2014 mengenai  alat peraga dan atribut kampanye sudah dipasang di daerah terlarang. Ketua Komisi Indepen Pemilihan (KIP) Aceh Barat Bahagia Idris saat dihubungi di Meulaboh, Selasa mengatakan, ulah parpol lokal dan nasional tersebut tidak dapat ditindak, karena merupakan ranah panitia pengawasan pemilu (panwaslu). "Untuk sementara ini akan kita surati Sat Pol PP untuk menurunkan alat peraga dan atribut kampanye yang sudah bertaburan di kawasan terlarang seperti di jalan utama kantor bupati, "katanya.
Bahagia menuturkan, pemerintah daerah sudah mengeluarkan edaran pelarangan memasang alat praga kampanye seperti baliho dan sapanduk di ruas jalan Gajah Mada-Imam Bonjol dan tempat umum di Kota Meulaboh. 
Ia menjelaskan, sebelum diumumkan daftar calon tetap bakal calon legislatif, hanya dibenarkan sekedar promosi diri seperti mendatangi rumah sesuai dengan Pasal 83 ayat 1 UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu legislatif. Ia menyatakan, setiap partai politik yang ditegur beralasan kuat bahwa tidak ada pihak yang berani menurunkan baliho serta spanduk, karena panwaslu wilayah itu belum terbentuk. 
"Memang ada kampanye yang sifatnya diperbolehkan, namun bukan di tempat yang dilarang karena juga dapat merusak keindahan Kota Meulaboh. Ini yang sangat kita harapkan parpol harusnya mengerti," imbuhnya.
KIP Aceh Barat sudah mendata dan melakukan verifikasi berkas sebanyak 428 bacaleg peserta pemilu legislatif 2014 dari 15 partai politik, 12 parnas dan tiga parlok yang rencananya akan diumumkan sebagai DCT pada 22 Agustus 2013.

Mengenai adanya penambahan daftar pemilih tetap, kata Bahagia, belum dapat disebutkan karena dari hasil perbaikan data pemilih sementara ada yang harus dikurangi dan ada pula yang ditambah. DPS Aceh Barat 120.721 jiwa dari total 180 ribu jiwa lebih penduduk yang tersebar di lima daerah pemilihan (dapil) dalam 12 kecamatan. Sementara jadwal kampanye ditetapkan setelah terbentuk tim pengawas. "Seluruh bacaleg sudah tidak ada persoalan berkas administrasi. Dalam waktu dekat, bila panwaslu sudah terbentuk kita akan menyegerakan pengumuman DCT dan DPT pemilu legislatif 9 April 2014," katanya menambahkan.
D.    Peran aktor ekonomi di pemilu aceh barat 2014.
Aktor keamanan sangat vital perannya dalam mensukseskan pemilu 2014. Institusi yang memastikan stabilitas keamanan bisa terjamin adalah institusi Kepolisian, kalau pun diperlukan pelibatan dari Tentara Nasional Indonesia harus sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara. Namun ketika tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) aktor keamanan tergadaikan dengan kepentingan politik praktis, maka semakin jauh makna dan harapan pada reformasi di institusi aktor keamanan tersebut.
Ketika kita letakkan pada kerangka teori pemikiran dari Nasikun (2001:78) dalam tulisannya berjudul ”Militerisme dan Politik Kesukuan” diterbitkan oleh Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, masuknya TNI ke politik dikarenakan hadirnya politik kesukuan yang disistematiskan dalam kendali militer, yang memiliki kepentingan di ranah politik.
Menariknya dari pemikiran Todung Mulya Lubis di sebuah Jurnal Hukum dan Pembangunan (2009:61) Fakultas Hukum Indonesia. Todung mengatakan tidak ada relasi kuat keterlibatan TNI ke ranah politik bagian dari hak asasi manusia. Karena anggota TNI dikhususkan sebagai alat negara. Tetapi hak ikut serta pada pemilu dan pilkada bisa dilakukan ketika sudah tidak berstatus lagi sebagai anggota TNI.
Bagi pemikiran saya, anggota TNI terlibat pada pilkada harus dikaji pada tataran sosiologi, filosofi, profesionalisme, yuridis, dan aksiologisnya. Baru disimpulkan apakah boleh atau tidak anggota TNI masuk ke arena pilkada.
Analisis terhadap faktor yang melatarbelakangi aktor keamanan terlibat kembali dalam gelanggang politik menurut saya, pertama; terjebak kenangan dimasa era berjayanya yakni orde baru yang menerapkan Dwifungsi ABRI, kedua; masih kuatnya karakter personal aktor keamanan yang menganggap negara lebih aman di kontrol oleh mereka,ketiga; tuntutan kepentingan politik dan ekonomi, dan keempat; paradigma profesionalisme masih belum menginternalisasi di personal aktor keamanan.
Namun, perlu dicatat juga bahwa aktor keamanan terlibat urusan politik praktis, dikarenakan situasi perpolitikan di Indonesia belum sehat, sehingga magnet tarik menarik kekuasaan masih direproduksi. Parahnya lagi aktor politik masih menganggap restu dan keterlibatan aktor keamanan, mensukseskan sekaligus memperbesar peluang meraih kekuasaan dan kemenangan.
Dengan demikian tidak salah jikalau publik menilai aktor keamanan belum solid dan berkomitmen dalam menjaga amanah dan menerapkan mandat konstitusi. Bilamana penilaian masyarakat tidak di follow up (gubris), maka semakin turunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi aktor keamanan. Jangan salah relasi dalam berinteraksi, makin menjauhkan aktor keamanan dengan masyarakatnya. Dampak lanjutannya, yaitu kondisi institusi aktor keamanan terkotak-kotak oleh ideologi partai, bahkan suku dan agama yang dipolitisir.
Fakta lainnya, aktor keamanan masuk ke arena politik karena perilaku para politikus justru yang memulai dengan menggoda TNI maupun Polisi untuk kembali bermain politik praktis. Pola ini sengaja menjerumuskan personal/anggota dari institusi vertikal untuk kedua kalinya. Jika kita telusuri modusnya, ketidaknetralan aktor keamanan itu dilakukan, baik secara tersistematis maupun sporadis.
Dalam konteks Aceh, tindakan ketidaknetralan dari aktor keamanan pada pesta Pemilihan Umum (Pemilu) eksekutif dan legislatif sangat terlihat jelas sekali. Mari melakukan pengecekan yang dilansir dari berbagai media cetak/online tentang adanya indikasi keterlibatan TNI dalam pilkada di Aceh tahun 2006.
Hasil dari Pemantauan Uni Eropa (UE) mendapatkan sejumlah bukti keterlibatan dan intervensi oknum TNI pada saat pemungutan suara di Kecamatan Samatiga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Aceh Barat. Bukti itu ditunjukan dari sejumlah foto yang direkam UE. Keberadaan UE pada waktu itu atas undangan dari Pemerintah RI dan Komisi Independen Pemilihan Provinsi NAD memantau pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Barat Daya.
Belajar dari pengalaman lagi, Posko Bersama Masyarakat Sipil Pantau HAM pada pemilu Aceh melalui pernyatan sikap bersama pada 7 April 2009 yang dikeluarkan oleh komponen masyarakat sipil terdiri dari KontraS Aceh, LBH Banda Aceh, Koalisi NGO HAM, ACSTF, LINA, Beujroh, Katahati Institute, Aceh Institute, GeRAK Aceh, AJMI, Radio Komunitas Suara Perempuan, PCC, FAA, SPKP HAM, Care Aceh.
Dari hasil pantau Posko Bersama Masyarakat Sipil Pantau HAM mendapatkan temuan penambahan sebanyak 5 pos TNI di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Jaya, yaitu: Pos TNI Desa Tuwi Eumpeuk, Kec. Panga, Kab. Aceh Jaya, Pos TNI Desa Alue Jang Sarah Raya, Kec. Teunom, Kab. Aceh Jaya, Pos TNI Desa Tumpok Peureulak, Kec. Matangkuli, Aceh Utara, Pos TNI Desa Kampoeng Pirah, Kec. Matangkuli, Aceh Utara, dan Pos TNI Desa Meunasah Rayeuk, Kec. Nisam, Aceh Utara (http://www.kontras.org, Banda Aceh, 7 April 2009). Pada pilkada tahun 2013, anggota TNI aktif ikut serta pada pilkada Kabupaten Aceh Selatan, walaupun akhirnya mengundurkan diri.
Baru-baru ini saja, pernyataan mengejutkan dikatakan Kapolri Sutarman bahwa pelaku penembakan terhadap posko pemenangan caleg Nasdem di Kabupaten Aceh Utara, berasal dari kalangan angggota TNI, yaitu Praka Heri. Dia merupakan anggota Batalyon 111/Raider Kodam Iskandar Muda Aceh. Heri diduga meminjamkan senjata api laras panjang organik jenis SS-2 V1 miliknya kepada salah seorang pelaku bernama Rasyidin alias Mario. Diduga, Heri meminjamkan senjata itu dalam kondisi di bawah pengaruh obat-obatan. Masih menurut Kapolri, motifnya adalah politik. (tribunnews.com, 04/04/2014).
Kontrol sipil atas kedua institusi vertikal harus menjadi agenda utama dari kalangan masyarakat sipil. Tujuannya agar tegak supremasi sipil. Kontrol itu melalui kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap kerja-kerja di kedua institusi itu. Ketika sudah berjalan, maka otomatis masyarakat sipil telah mewujudkan reformasi yang menjadi agenda utama di kedua institusi tersebut. Kontrol sipil yang obyektif bertujuan memaksimalkan profesionalisme militer.
Disisi lain, kalangan masyarakat sipil dituntut membantu kerja-kerja polisi (Polda Aceh). Bentuk bantuannya memberikan informasi pelaku yang melakukan tindakan kejahatan berbau politik. Bantuan lainnya menciptakan situasi keamanan agar stabilitas politik pada saat melaksanakan Pemilu 2014-2019 berjalan aman dan damai. Intinya polisi dalam masyarakat yang modern yang mengedepankan demokrasi, dimana polisi dan masyarakat dalam hubungan kekuatan yang relatif seimbang dan saling mengisi. Landasan utamanya adalah hubungan yang tulus antara polisi dengan warga masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti dengan menerapkan strategi atau kebijakan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dan efisien dalam mengendalikan kejahatan.
Dalam paradigma demikian, polisi sadar akan kemampuannya yang terbatas serta tidak tahu kapan dan dimana kejahatan terjadi dan siapa pelakunya. Agar dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugasnya, maka polisi harus mendapatkan dukungan atau tempat dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat diupayakan dengan mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas politik (Aryos Nivada, SI: 26/02/2011).
Akhirnya, penulis hendak mengatakan bahwa aktor keamanan harus tunduk terhadap konstitusi yang mengamanahkan untuk menjalankan peran dan fungsinya secara kelembagaan/institusi. Sudah menjadi kewajiban bagi aktor keamanan menjalankan amanah konstitusi tersebut. Jika tidak dilakukan, maka aktor keamanan makin menunjukan kepada publik agenda reformasi yang dijalankan hanya sebatas wacana saja tanpa perubahan berarti. Sekali lagi aktor keamanan bukanlah penguasa yang mengatur perpolitikan di Indonesia. Mereka alat negara yang diperintahkan konstitusi untuk memberikan rasa aman dan damai bagi rakyatnya































BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia  sudah beberapa kali mengalami perombakan. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” berpendapat bahwa tujuan dari Pemilu adalah pertama sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dari pemerintah dan menetapkan kebijakan umum.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memprediksi hanya akan ada tiga calon presiden yang bertarung pada pemilu presiden nanti. Ketiga capres itu merupakan hasil koalisi dari sejumlah partai politik.
Direktur Eksekutif LSI Denny Januar Ali mengatakan, berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) LSI, dua partai dengan perolehan teratas dipastikan akan mengajukan bakal capres yang sudah mereka usung. Keduanya adalah PDI Perjuangan yang menjagokan bakal capres Joko Widodo dan Partai Golkar yang sudah mendeklarasikan Aburizal Bakrie sebagai capres. Satu capres lain akan diketahui dari hasil koalisi partai setelah pemilu legislatif.













DAFTAR REFERENSI
http://www.acehinstitute.org/en/public-corner/politic/item/240-netralitas-aktor-keamanan-dalam-pemilu-aceh.html
Editor: AA Ariwibowo



Tidak ada komentar:

Posting Komentar